viralterkini - Kisah ini bukan kualami sendiri. Tapi dialami oleh seorang teman yang ia telah berjanji kepada suaminya untuk mencarikan istri kedua. Biar lebih mudah, kisah ini memakai kata ganti orang pertama.
***
“Mas itu secara ekonomi mampu, dan aku yakin Mas bisa berlaku adil,” kata-kata itu akhirnya terucap dari lisanku. Suamiku hanya diam. “Aku akan mencarikan istri untukmu Mas”
Aku tahu sebenarnya suamiku ingin poligami. Dan aku pun tahu ada ayat yang membolehkan poligami. Tak ada alasan bagiku untuk menentang. Apalagi aku sadar banyak muslimah yang hidup sendiri. Sebagian belum menikah di saat usia telah dewasa. Sebagian lagi hidup menjanda.
Mengapa akhirnya aku menawarkan kepada suami untuk mencarikan istri kedua? Pertama, sebab aku ingin menyiapkan diri jauh-jauh hari. Dari pada suatu saat suamiku mengatakan ingin poligami dan aku tidak siap secara psikologis, lebih baik aku menyiapkan diri sejak saat ini. Dan alhamdulillah, aku siap mengatakan hal itu. Ada perasaan lega setelah aku mengutarakannya. Suamiku pun sepertinya sangat suka mendengarnya.
Kedua, jika suamiku mau berpoligami lalu memilih seorang muslimah, belum tentu aku cocok dengannya. Aku mungkin cemburu berat. Aku mungkin merasa tersaingi. Aku mungkin tersakiti. Aku mungkin langsung menolaknya. Kalaupun terpaksa menerima, tentu akan membawa luka. Aku, atau kami berdua. Jika itu terjadi, keluarga menjadi tidak tenang. Sakinah hilang.
Bukankah tujuan berkeluarga adalah sakinah mawaddah wa rahmah? Lalu jika yang terjadi adalah cekcok demi cekcok, perselisihan demi perselisihan, saling terbakar emosi, pertengkaran, keretakan hubungan, lalu apa artinya keluarga?
Bukankah poligami disyariatkan sebagai solusi? Lalu jika dengan poligami keluarga berantakan, apakah bisa disebut solusi? Lalu akan dijadikan bahan tudingan orang-orang yang anti-poligami bahwa poligami hanya membawa masalah. Atau bahkan oleh orang-orang yang ingin melemahkan aqidah umat terhadap Al Quran. “Tuh lihat, mereka yang poligami pasti bermasalah. Poligami itu tidak relevan. Ayat poligami itu tidak sesuai dengan perkembangan zaman.” Astaghfirullah.
Tidak, aku tidak ingin keluargaku begitu. Maka kuputuskan, akulah yang akan mencarikan istri untuk suamiku.
***
“Mas itu secara ekonomi mampu, dan aku yakin Mas bisa berlaku adil,” kata-kata itu akhirnya terucap dari lisanku. Suamiku hanya diam. “Aku akan mencarikan istri untukmu Mas”
Aku tahu sebenarnya suamiku ingin poligami. Dan aku pun tahu ada ayat yang membolehkan poligami. Tak ada alasan bagiku untuk menentang. Apalagi aku sadar banyak muslimah yang hidup sendiri. Sebagian belum menikah di saat usia telah dewasa. Sebagian lagi hidup menjanda.
Mengapa akhirnya aku menawarkan kepada suami untuk mencarikan istri kedua? Pertama, sebab aku ingin menyiapkan diri jauh-jauh hari. Dari pada suatu saat suamiku mengatakan ingin poligami dan aku tidak siap secara psikologis, lebih baik aku menyiapkan diri sejak saat ini. Dan alhamdulillah, aku siap mengatakan hal itu. Ada perasaan lega setelah aku mengutarakannya. Suamiku pun sepertinya sangat suka mendengarnya.
Kedua, jika suamiku mau berpoligami lalu memilih seorang muslimah, belum tentu aku cocok dengannya. Aku mungkin cemburu berat. Aku mungkin merasa tersaingi. Aku mungkin tersakiti. Aku mungkin langsung menolaknya. Kalaupun terpaksa menerima, tentu akan membawa luka. Aku, atau kami berdua. Jika itu terjadi, keluarga menjadi tidak tenang. Sakinah hilang.
Bukankah tujuan berkeluarga adalah sakinah mawaddah wa rahmah? Lalu jika yang terjadi adalah cekcok demi cekcok, perselisihan demi perselisihan, saling terbakar emosi, pertengkaran, keretakan hubungan, lalu apa artinya keluarga?
Bukankah poligami disyariatkan sebagai solusi? Lalu jika dengan poligami keluarga berantakan, apakah bisa disebut solusi? Lalu akan dijadikan bahan tudingan orang-orang yang anti-poligami bahwa poligami hanya membawa masalah. Atau bahkan oleh orang-orang yang ingin melemahkan aqidah umat terhadap Al Quran. “Tuh lihat, mereka yang poligami pasti bermasalah. Poligami itu tidak relevan. Ayat poligami itu tidak sesuai dengan perkembangan zaman.” Astaghfirullah.
Tidak, aku tidak ingin keluargaku begitu. Maka kuputuskan, akulah yang akan mencarikan istri untuk suamiku.
sumber : webmuslimah
0 Response to "Kisah Haru : Aku Janji Akan Mencarikan Istri Kedua Untuk Suamiku..."
Post a Comment